Lampu Pijar

gelap-cahaya-terang

  • Hei, selamat datang, sugeng rawuh, welcome di blog saya. Di sini tempat corat-coret saya. Itung-itung turut mengurangi pemakaian kertas dan menjaga lingkungan :). Let's go green and enjoy reading.

Air Mata Mbah Penjual Sayur

Posted by Arif Sofi On Selasa, November 29, 2011 0 comments

Manusia dilahirkan dari rahim seorang Ibu. Setelah lahir, bayi mungil nan lucu diasuh oleh kedua orang tuanya. Ibu memberikan asupan gizi yang dibutuhkan oleh si bayi. Dan ayah sibuk bekerja mencari nafkah guna mencukupi kebutuhan tersebut. Kedua orang tuanya berharap kelak ketika telah dewasa, anaknya bisa berbakti kepada kedua orang tuanya dan menjadi anak yang sholih atau sholihah.

***

Pagi hari ini menjadi saksi tentang kesedihan seorang ibu. Perempuan paruh baya yang selalu tegar menghadapi ujian dari sang Maha Kuasa. “Mbah”, begitulah jika aku atau orang lain memanggilnya. Usia beliau mungkin sudah lebih dari setengah abad. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang mulai keriput dan uban yang menghiasi rambutnya. Urat-uratnya terlihat jelas di tangannya. Yah….urat seorang pekerja keras. Beliau adalah pedagang sayur keliling yang biasanya menjajakan dagangannya di kampungku.

Di usianya yang sudah sangat tua, beliau tetap menjalankan profesinya, menjual sayur. Iba rasanya ketika melihat beliau yang sudah tua, menggendong keranjang sayuran di punggungnya kemudian berjalan keliling kampung menjajakan dagangannya hanya untuk menyambung hidupnya. Sempat terpikir di benakku, “Apakah beliau tidak punya anak, sehingga harus melakukan semua itu sendiri?”

Pagi ini aku baru mendapati jawabannya. Beliau bercerita bahwa sebenarnya beliau memiliki tiga orang anak. Mereka semua sudah berkeluarga. Seandainya disuruh memilih, di usianya yang sudah cukup tua ini beliau lebih memilih istirahat di rumah dari pada harus bersusah payah menjual dagangannya. Tapi itulah satu-satunya yang dapat beliau lakukan untuk mendapatkan sesuap nasi, untuk menyambung hidupnya dari hari ke hari.

Bagaimana dengan ketiga anaknya?
Ketika beliau ditanya tentang anaknya. Beliau menjawab, “Kalo diitung-itung, rugi mas saya punya anak.” Masya Alloh, seorang ibu sampai tega berkata demikan mengenai anaknya.

Kemudian beliau melanjutkan ceritanya. Ternyata beliau tega sampai berkata demikian karena anak-anaknya tidak peduli pada beliau, pada ibu yang telah mengandung dan merawatnya selama ini. Anak-anaknya sebenarnya telah bekerja, bahkan penghasilannya lebih dari cukup. Tapi yang mebuatku miris, mereka tidak peduli pada ibunya. Mereka tega membiarkan ibunya mencari nafkahnya sendiri. Mereka lupa, bahwa keberhasilannya selama ini adalah berkat jerih payah ibunya.

Wajah beliau yang biasanya mengembangkan senyuman, kali ini menyiratkan sebuah kesedihan. Kesedihan yang membuatnya menjadi lebih tegar dan menjadi seorang pekerja keras. Linangan air mata membasahi wajah keriputnya di pagi ini.

***

Sebagai orang tua, tentunya menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang sukses dan tentunya berbakti pada kedua orang tuanya. Ketika kita sebagai anak telah menjadi orang yang sukses, orang tua tidak akan menyuruh kita untuk mengganti semua biaya yang dikeluarkan hingga kita menjadi orang yang sukses. Yang orang tua harapkan dari kita adalah kita bisa pangerten pada orang tua dan menyayangi kedua orang tua kita sebagaimana yang dilakukannya pada diri kita sewaktu dahulu. Karena bagaimanpun keadaan orang tua kita, apapun profesinya, mereka tetaplah orang yang wajib kita hormati, kita toati dan kita agungkan. Buatlah orang tua menjadi bangga memiliki diri kita, memiliki putra-putri yang sholih dan sholihah, yang bisa menyenangkan pada orang tua.

Surat Cintaku yang Pertama

Posted by Arif Sofi On Minggu, November 27, 2011 0 comments

“Menurutku dia wanita yang baik Mas, dia Insyaalloh juga wanita yang faham, bicaranya sopan, pakaiannya nggak neko-neko, dia juga wanita yang cukup dewasa menurutku,” aku mencoba meyakinkan Mas Bagas, kakakku,  mengenai wanita pilihanku.

“Apa kamu udah yakin dengan pilihanmu, cobalah istiqoroh terlebih dahulu, disini kan juga banyak wanita yang menurut Mas juga faham dan baik,”  saran Mas Bagas.

“Aku udah istiqoroh Mas dan Alhamdulillah dialah yang muncul dalam istiqorohku, di jaman sekarang susah Mas cari wanita yang seperti dia,” aku berusaha membela.

“Oke, kamu memang udah istiqoroh dan dia lah yang muncul dalam istiqorohmu, tapi sekarang kamu kan masih kuliah, kamu masih harus melanjutkan studi mu. Lagi pula dalam istiqoroh, kita bisa bilang kalo sesuatu  itu adalah yang terbarokah bagi diri kita jika kita sudah benar-benar memilikinya. Bisa saja dia yang muncul dalam istiqorohmu nantinya tidak menjadi istrimu, dalam hal ini berarti dia belumlah yang terbarokah untukmu, Alloh pasti telah menyiapkan seseorang yang jauh lebih baik dan lebih barokah dari dia yang nantinya akan menjadi istrimu…”

“Tapi…,

Belum sempat aku selesai dengan ucapanku, Mas Bagas langsung melanjutkan perkataannya, “ Alloh itu akan memberi apa yang kita butuhkan  bukan apa yang kita inginkan dan Alloh juga jauh lebih tahu tentang segala sesuatu yang terbaik dan terbarokah untuk diri kita.”
***
Jatuh cinta?
Aku rasa semua orang pernah atau akan mengalami perasaan ini. Perasaan yang bergejolak di dalam hati yang kadang membuat dirimu lupa diri. Tapi aku tak begitu kuatir dengan perasaan ini, aku cukup senang menikmati perasaan yang disebut cinta ini. Toh itu juga merupakan sebagian dari nikmat Alloh yang diberikan kepada makhluk-Nya, aku hanya perlu mensyukuri nikmat tersebut. Tapi yang aku kuatirkan adalah mengenai cinta yang benar-benar halal untuk diriku, cinta yang benar-benar bisa ku raih, ku kecup, dan ku rindukan kehadirannya. Yah benar, ini semua adalah tentang seseorang yang  nantinya akan menjadi pasangan hidupku. Wanita sholihat yang nantinya akan menjadi ibu bagi anak-anakku, yang akan mengenalkan anak-anakku tentang siapa itu Alloh dan Rosul-Nya, dan nantinya akan membawaku menuju kebahagiaan yang abadi yaitu surga.
Ketika kita telah mencintai seseorang dan merasa cocok dengan dirinya, ingin rasanya mulut ini mengatakan “aku cinta kamu” atau kata-kata lainnya yang menggambarkan perasaan itu. Kata-kata itu mudah untuk diucapkan bahkan oleh anak SD sekalipun, namun tidak bagiku. Dalam sebuah hadist diterangkan bahwa seseorang boleh-boleh saja mengungkapkan rasa cintanya terhadap pujaan hatinya tapi dengan syarat si “penembak” tersebut telah “mampu” dan siap untuk menikah. Seandainya seorang laki-laki mengatakan hal itu pada seorang wanita dan dia juga menerimanya maka yang seharusnya adalah si laki-laki berani untuk melamar kemudian menikahinya. Mungkin terdengar sepele tapi memang begitulah seharusnya. Jangan sampai kita sebagai laki-laki hanya memberikan harapan kosong pada wanita atau istilahnya cuma main-main, tanpa ada keseriusan.
 “Mbak aku suka kamu, Insyaalloh 3 tahun lagi kalo Alloh memberikan kebarokahan untuk kita berdua, aku akan menikahimu. Selama 3 tahun  itu aku akan bekerja sebagai modal untuk membiayai kehidupan rumah tangga kita nantinya.”
Okelah aku membuat janji seperti itu, tapi apa benar selama menunggu sampai pernikahan itu terjadi kemurnian cinta kita benar-benar bisa terjaga. Aku takut setelah kita saling mengungkapkan rasa cinta satu sama lain, kita akan mengurangi kemurnian cinta diantara kita. Aku kuatir aku akan menyanjungmu dengan kata-kata manis dengan dalih karena rindu, aku takut kita akan sering telpon-telponan atau SMS-SMSan dan membenarkan semua perbuatan itu dengan alasan karena kita saling mencintai. Aku tidak mau rasa cinta ini tumbuh menjadi benih kemaksiatan.
Maaf, kepahamanku tidaklah sebanding dengan Umar yang menolak untuk memuaskan hawa nafsu seorang perempuan cantik yang sebenarnya sangat dia cintai. Keberanianku tidaklah seperti Yusuf yang dengan lantang menolak ajakan zina oleh majikannya, Zulaikha. Aku takut apabila rasa cinta ini berubah menjadi hawa nafsu dan akan merobohkan keimananku.
Untuk saat ini biarkanlah aku menyimpan perasaan ini jauh di dalam lubuk hatiku. Biarkanlah aku memohon pada Alloh agar kelak kau akan menjadi istri terbaik dan terbarokah bagiku. Biarkanlah dalam setiap doa, aku menyebut namamu tanpa kau harus mengetahuinya.
Satu yang kupinta darimu…Percantiklah dirimu dengan agama dan kepahaman agar suatu saat aku akan menjadi laki-laki yang sangat beruntung  bisa memilikimu…wahai bidadariku.

Sahur pertama di Syawal 1432H
Ditengah keluarga yang harmonis

Perhiasan Terindah di Dunia

Posted by Arif Sofi On Sabtu, November 26, 2011 0 comments

Wanita sholihah itu…
Pandai menjaga dirinya
Gemar melakukan puasa
Sholat malamnya terjaga
Pembawaannya anggun dan berwibawa
Wanita sholihah itu…
Pandai menjaga lisannya
Menjauhi ghibah dan dusta
Pandai menyimpan rahasia
Dia pandai mengatur harta, tidak suka berfoya-foya, hemat dan cermat dalam berbelanja
Dia menyejukkan di mata suaminya, selalu riang dan penuh cinta
Santun dan sopan dalam bertutur kata
Dia toat pada Alloh dan Rosul-Nya
Dia toat pada suaminya
Dia qona’ah dan penghiba
Dia tabah dalam derita
Di pelupuk matanya berbinar cahaya
Di mulutnya terlantun doa
Di hatinya tersimpan “mutiara”
Wanita sholihah itu…
Hatimu tentram ketika melihatnya
Jiwamu senang ketika memandangnya
Perasaanmu gembira ketika mendengar pendapatnya
Dialah perhiasan terindah di dunia
Penghias kehidupan suaminya
“Tiada kekayaan yang diambil seorang mukmin setelah taqwa kepada Alloh yang lebih baik daripada istri yang sholihah.” (hadist riwayat Ibnu Majjah)

About Me

Posted by Arif Sofi On Sabtu, November 26, 2011 0 comments

Kali ini saya akan berbagi sedikit tentang pribadi saya. Tepatnya tentang testimoni yang diberikan oleh teman-teman mengenai diri saya. Bagaimana diri saya menurut orang lain. Baikkah atau burukkah? Disini anda akan menemukan jawabannya.



Perempuan Itu . . .

Posted by Arif Sofi On Sabtu, November 26, 2011 0 comments

Menurutku kamu adalah seorang wanita yang cantik, barangkali semua laki-laki akan berkata demikian ketika melihatmu. Tapi bukan cantikmu yang membuat aku tertarik pada mu. Melainkan ucapanmu dan tingkah lakumu.

Kukira kamu seperti layaknya perempuan pada umumnya. Yaah...taulah bagaimana kelakuan perempuan jaman sekarang. Tapi kamu memang berbeda, kamu masih bisa berbahasa yang sopan dan halus. Aku terkejut ketika kamu dipanggil dan menjawab "dhalem" dimana perempuan lainnya menjawab "ngopo", "piye", "heh", "what" dll.

Aku terkesan ketika kamu sebagai seorang muslimah mau memakai jilbab dimana perempuan lainnya banyak yang memakai (maaf) "hot pants", "celana ketat", atau bahkan rok mini.

"Assalamualaikum Mas" itulah kalimat yang membuatku terkejut ketika aku berpapasan denganmu. Kamu masih bisa berperilaku yang baik dan memiliki "unggah ungguh". Dan yang terpenting adalah kamu masih memiliki sifat dan kasih sayang seorang perempuan. ^^