“Manusia hanya bisa berencana, Alloh yang menentukan”
Lulus kuliah, langsung kerja, mendapat penempatan yang diidam-idamkan, bla bla bla. Awalnya itu yang muncul dalam anganku ketika baru saja menyelesaikan masa perkuliahan di kampus “plat merah” tersebut. Lulusan kami memang disiapkan untuk menjadi abdi negara. Setelah lulus kami biasanya akan ditempatkan di kementerian atau instansi yang telah ditunjuk, ikatan dinas orang menyebutnya. Cukup menarik sepertinya, kuliah tanpa bea, lulus ada jaminan kerja.
Tersenyum, itu yang aku lakukan ketika aku kembali menerawang anganku, mengingat-ingat kembali rencana-rencana yang akan kulakukan selepas meninggalkan bangku pendidikan. Tak sepenuhnya yang aku (atau mungkin kami) pikirkan berjalan dengan mulus. Setelah lulus dari masa perkuliahan, hampir 4 bulan tak ada kabar tentang nasib kami selanjutnya. Hanya berita-berita yang belum jelas kebenarannya yang sering kali terbit di grup jejaring sosial angkatanku. Benar-benar 4 bulan yang vacuum, belum ada kejelasan dan tanpa pekerjaan. Miris.
Masa penantian itu sedikit banyak membebani pikiranku. Hampir stres aku dibuatnya. Rencana-rencana yang tertoreh dalam benakku satu per satu mulai kabur. Benar-benar diluar dugaan. Untungnya ada ibu dan bapak yang senantiasa menasihati dan memberikan support. Juga saran-saran dari kakak dan teman-teman yang lain.
Tak lama, kabar yang aku (kami) tunggu akhirnya muncul juga. Kabar yang setidaknya memberikan harapan tentang nasib kami kedepannya. Kabar yang telah kami nantikan kehadirannya. Sedikit terkembang senyum kala itu. Alhamdulillah.
Tentu saja penantianku belum berakhir sampai disitu. Problema lain telah menanti di depan sana, belum ada kejelasan tentang status pekerja. “Pegawai magang,” begitu bapak bilang. Kalau ditanya kapan status “pegawai magang” itu berganti nama menjadi “pegawai” saja, lagi-lagi aku pun hanya tersenyum. Entahlah.
Memang bukan ini yang aku harapkan sejak awal, atau tepatnya yang aku angan-angankan. Menunggu itu membosankan, menurutku. Orang tuaku tak banyak komentar ketika aku mengeluh tentang keadaanku saat ini. Ibu dan Bapak lebih banyak bercerita tentang pahit getir hidupnya tempo dulu. Tentu saja lebih banyak ketidakjelasan dan ketidakpastian bila dibandingkan denganku saat ini. Dari situ aku paham, bahwa saat ini aku lebih beruntung daripada mereka. Aku hanya perlu bersabar.
“Kalau tidak begini, tidak akan seru jalan cerita hidupku,” gumamku.
+ comments + 2 comments
hmmm...."menunggu" selain membosankan jg bisa bikin ketar-ketir *eh....
Terimakasih Anonim atas Komentarnya di Ini Ceritakukadang hidup memang susah ditebak dan masalah selalu datang, tinggal bagaimana kita menjalani dan menghadapinya, semoga selalu di jalan Allah
ketar-ketir ati tansah ketar-ketir#didi kempot mode on
kata orang bijak "cara untuk menikmati hidup adalah dengan mensyukurinya"
Posting Komentar