Jam dinding di ruang
kelas menunjukkan pukul 15.20 tapi pak dosen masih belum juga mengakhiri
perkuliahannya. Aku sampai dibuat terkantuk-kantuk oleh penjelasan mengenai
Mekanika Teknik yang dipaparkan oleh beliau. Tepat pukul 15.30 perkuliahanku
untuk hari ini disudahi. Aku teringat ajakan Hasan untuk latihan bola sore ini.
Wah mudah-mudahan aku masih sempat pergi ke lapang. Segera aku menuju ke tempat
parkir untuk mengambil motor, kemudian kembali ke kos.
“Duh hampir jam 4 sore, belum sholat
Ashar lagi, langsung mampir masjid aja lah,” gumamku dalam hati.
Sesampainya di masjid
aku langsung mengambil air wudhu. Terasa segar tubuh ini setelah dibasuh dengan
air wudhu, rasa penat selama jam kuliah hilang begitu saja, menenangkan. Ketika
hendak memasuki masjid tiba-tiba seseorang memanggil namaku.
Akupun menengok ke
belakang, mencari datangnya sumber suara tersebut. Aku sedikit terkejut, tak
kusangka ternyata yang memanggilku adalah Raisa.
“Iya Sa, Raisa juga mau sholat ya?”
aku balik bertanya.
“Iya mas, tadi di kampus belum
sempat sholat, ini aja baru selesai kuliahnya. Raisa wudhu dulu ya mas,” gadis
itu menjawab sambil tersenyum, tampak lesung pipit di kedua pipinya, menambah
daya tarik tersendiri bagi gadis cantik tersebut.
“Maaf mas, lama.”
“Ah, nggak pa pa. Yaudah ayo sholat”
“Allohu akbar…”
Selesai sholat, kemudian
aku bergegas mengambil motor. Ketika hendak men-starter motor, Raisa
datang menghampiriku.
“Jazakallohu khoiro mas,” lagi-lagi
masih dengan senyumnya yang manis.
“Aamiiin,” jawabku juga sambil
tersenyum.
Gadis itu kemudian
berjalan kembali menuju kosnya. Oh ya, tempat kos Raisa terletak di sebelah
timur masjid kelompok kami, tepat di samping masjid. Memang disini para
mahasiswi yang kos diarahkan agar ngomplek di dekat masjid, selain dekat
dengan tempat ibadah juga memudahkan para pengurus untuk mengontrol dan
mengawasi mereka.
Aku langsung kembali ke
kos, mengambil sepatu bola, dan cepat-cepat berangkat menuju lapangan. Segera
aku menyusul Hasan dan kawan-kawan yang lain bermain bola. Menghabiskan sore
hari dengan bermain bola sudah menjadi jadwal khususku selama disini. Ketika
hampir maghrib biasanya kami menyelesaikan sesi latihan dan pulang ke tempat
masing-masing.
***
Selepas sholat maghrib
aku dan sahabatku, Hasan, segera meluncur ke warung nasi langganan kami juga
langganan anak-anak kos di sekitar sini, warung nasi Bu Tum. Selain rasanya
yang enak, harga yang ditawarkanpun cukup bersahabat bagi kami, selain itu
warung Bu Tum juga bersih.
“Udah aku sampein salammu ke Raisa,”
kata Hasan.
Uhuk..tiba-tiba aku
tersedak mendengar perkataan Hasan, cepat-cepat aku meminum teh manis yang ada di
depanku.
“Raisa keliatannya suka sama kamu
Ris, tadi pas aku nyampein salam kamu si Raisa mesam-mesem terus.”
“Halah, emang dia orangnya begitu
kan. Dia kalo ketemu siapapun biasanya juga senyum,” aku sedikit berargumen.
“Tapi iki bedho pak,
senyumnya mengisyaratkan sesuatu,” jawab Hasan dengan cekikikan.
Tiba-tiba aku teringat
senyum Raisa sore tadi, ketika kami berjumpa di masjid. “Waduh jangan-jangan
tadi sore Raisa tersenyum juga gara-gara masalah ini,” batinku.
“Ris, hari Minggu kita ada sparing
bola sama anak-anak Gondokusuman. Bisa ikut kan?”
“Insyaalloh San, maen jam berapa?”
“Mereka ngajaknya pagi, insyaalloh
sekitar jam 7. Mbak-mbaknya juga bakal nonton lho, malah mereka yang mau
nyiapin snacknya, katanya sekalian keakraban sama remaja kelompok
Gondokusuman.”
“Oh yaudah, amsol sekalian kamu yang
nerobos anak-anak di tim kita ya!”
“Gampanglah. Ntar Raisa juga tak
suruh nonton ah, biar Faris maennya semangat,” goda Hasan.
“Nyemangatin kita semua kali.”
Hasan hanya tertawa
karena merasa berhasil membuatku kesal.
***
Posting Komentar