Sebagai mahasiswa kawakan yang hampir 4 tahun tinggal di Jogja,
aku merasakan bahwa Jogja merupakan kota yang unik. Jogja never ending Asia,
begitulah kata-kata yang sering ku dengar dari orang-orang. Memang banyak
sekali kenanganku bersama kota Jogja ini, bersama orang-orang yang ada disini,
juga bersama dirinya.
Layaknya mahasiswa tingkat akhir pada umumnya, di akhir semester 7 ini
akupun sudah mengambil ancang-ancang untuk mempersiapkan skripsi. Mulai sibuk
mondar-mandir ke perpustakaan untuk mencari literature yang sesuai
dengan materi yang akan ku ambil. Melihat-lihat skripsi tahun lalu yang kiranya
bisa dibuat contoh. Dan puncaknya di semester 8 aku benar-benar mulai
disibukkan dengan skripsi ini. Seharian di depan laptop, membaca buku-buku
referensi, konsultasi dengan dosen pembimbing dsb. Saking sibuknya akupun
kadang tidak sempat untuk latihan bola di sore hari. Aku berkeinginan Oktober
nanti aku sudah harus diwisuda.
Bosan di kamar akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke masjid, sekalian menunggu
waktu ashar tiba. Kulihat papan pengumuman yang menempel di depan masjid. Di
papan tersebut terpampang sebuah pamflet warna ungu bertuliskan “JOGJA
KULINER”. Wah acaranya tinggal seminggu lagi pikirku. Aku teringat persiapan
kami sebulan yang lalu untuk mempersiapkan acara tersebut. Musyawarah ini itu
untuk melihat progress dan kesiapan dari acara yang akan kami
selenggarakan . Konsep acara “JOGJA
KULINER” ini sebenarnya sederhana, yaitu menyajikan aneka jajanan yang terbuat
dari singkong. Nantinya kami akan mengadakan bazar yang menjual berbagai
makanan yang terbuat dari singkong. Para remaja putri dibagi menjadi beberapa
kelompok dan diberi kebebasan berkreasi membuat makanan dengan bahan dasar
singkong.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga, pelaksanaan “JOGJA
KULINER”. Di depan halaman masjid Daerah sudah berdiri beberapa stand bazar.
Sebagian remaja putri ada yang mengolah makanan dan sebagian yang lain menghias
standnya masing-masing. Acara akan dimulai pukul 10.00-14.00 WIB tapi para
remaja sudah antusias sejak pagi tadi, terutama remaja putri karena harus
menyiapkan perlengkapannya. Aku pun juga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan
ini, sejak pagi aku sudah menenteng kamera DSLR dan mengambil beberapa foto.
Sesuai dengan jadwal yang ditentukan, pukul 10.00 acara dibuka langsung
oleh ketua panitia. Para pengunjung juga sudah mulai berdatangan dan
berkeliling untuk hunting makanan. Wah tak kusangka ternyata remaja
putri di daerah kami pintar memasak juga. Terbukti tersedia berbagai macam
makanan yang terbuat dari singkong. Selain itu mereka juga kreatif. Stand bazar
pun mereka sulap menjadi sebuah tempat yang menarik.
Sambil berkeliling tak luput aku mengambil beberapa gambar. Sewaktu
berkeliling aku melihat stand Raisa dan kawan-kawannya. Ternyata stand mereka
cukup ramai dikunjungi, terutama kaum Adam tentunya. Karena penasaran dengan
makanan yang disajikan disana, akupun memutuskan untuk mendatangi stand Raisa.
“Mari
silakan beli, Mas, Mbak,” mereka menawarkan dagangannya kepada para pengunjung.
Jepret..jepret,
aku mengambil beberapa gambar.
“Eh
Mas Faris, moggo mampir Mas, ini makanan buatan kami lho, asli tanpa
bahan pengawet,” kata Raisa dengan senyumnya yang manis.
Akupun
membeli beberapa makanan yang menurutku menarik.
“Gimana
Mas rasanya?” tanya Raisa.
“Emm..enak
kok, wah ternyata kamu pinter masak juga yah,” jawabku.
“Yang
buat bukan cuma Raisa kok Mas, tapi kami semua,” kata Raisa sambil menunjuk ke
arah teman-temannya.
Setelah menikmati makanan dari stand milik Raisa, aku memutuskan untuk
melanjutkan berkeliling ke stand yang lain. Dari kejauhan aku melihat ada stand
yang dihias dengan sangat menarik. Pintar juga orang yang men-design
stand tersebut. Akupun memutuskan untuk melihatnya lebih dekat lagi. Di depan
stand terdapat blackboard yang berisi daftar menu yang disajikan. Tak
hanya itu, di blackboard tersebut juga ada gambar kartun seorang gadis
berjilbab yang lucu. Semuanya dibuat dengan menggunakan kapur tulis yang
warna-warni, memberikan kesan meriah. Tiang-tiang stand dihias dengan bunga-bunga
yang terbuat dari sedotan minuman dan dililit dengan kain batik yang merupakan
ciri khas kota Jogja. Sedangkan mejanya dihias dengan taplak motif polkadot
merah muda. Di depan stand menggantung sebuah tulisan “welcome” yang terbuat
dari gabus.
“Mari,
silakan mencicipi jajanan kami!”
Ternyata
itu adalah Tiara. Kami sempat terkejut karena tidak menduga satu sama lain.
“Wah
ternyata ini stand kamu ya. Design-nya lucu. Yang buat gambar-gambar ini
siapa Ra?”
“Tiara
Ris, dia kan jago gambar,” kata Mbak Ana dari dalam stand.
“Eh
Mbak Ana juga disini tho? Wah aku baru tau kalo Tiara ternyata pinter
nggambar.”
“Iya
Ris, aku satu tim sama Tiara. Eh cobain makanan kami Ris, ini resep rahasia
loh!” kata Mbak Ana sambil menyodorkan makanannya kepadaku.
Aku
kemudian mencicipi makanan tersebut. “Wah enak banget Mbak, singkongnya diapain
ini Mbak?”
Mereka
menjawab serentak, “rahasia.”
Karena suka dengan jajanan tadi akhirnya aku memutuskan untuk
membelinya. Singkong yang digoreng dan ditaburi parutan keju di atasnya. Tapi
sepertinya ada resep rahasia di dalamnya. Karena kata Mbak Ana, singkong yang
belum digoreng tadi sebenarnya sudah setengah matang dan rahasianya mungkin ada
disitu. Pantas kalau setelah digoreng menjadi renyah dan tidak keras seperti
singkong goreng pada umumnya.
Setelah puas keliling bazar dan juga foto disana, akhirnya aku
memutuskan untuk kembali ke kos. Alhamdulillah acaranya berjalan lancar.
Mungkin saja ini acara terakhir yang bisa aku ikuti di masa perkuliahanku di
Jogja ini. Setelah lulus nanti, belum tentu juga aku bisa kembali ke Jogja.
Jogja memang menyisakan banyak sekali kenangan manis, kenangku.
***
Posting Komentar