Sebenarnya di akhir masa kuliahku ini, aku diam-diam tertarik dengan
seorang perempuan. Perempuan yang selalu membuatku penasaran. Ada sesuatu yang
membuatnya terlihat berbeda dari perempuan yang lain. Dia adalah gadis yang
lebih banyak diam, tidak banyak bicara. Tapi dari tingkah lakunya seakan-akan
tersirat sebuah nasihat. Tak perlu banyak cakap ini itu, dengan melihat apa
yang diperbuatnya saja aku merasa kenek’an. Ternyata yang aku lakukan
selama ini belum seberapa. Inner beauty yang dimiliki gadis tersebut
mampu menarik perhatianku. Pembawaan gadis ini sederhana tapi tetap menawan. Cara
berpakaiannya nggak neko-neko, gaya bicaranya menunjukkan kalau dia gadis yang
paham. Simple tapi begitu mempesona.
Akupun sempat meng-istikhorohi dirinya. Ku serahkan semua perkara
ini pada Alloh, biarlah Alloh nantinya yang memberikan jawaban untukku. Dalam
suatu malam ketika aku tidur, aku bermimpi mendapati gadis tersebut sedang
sholat Dhuha kemudian dia membaca Al-Quran. Akupun kemudian terbangun
dari tidurku. Apakah mimpi tadi jawaban yang ingin engkau tunjukkan pada
hamba-Mu ini ya Alloh. Aku melihat jam, kala itu masih jam 3 malam. Ah
sepertinya ini waktu yang tepat untuk berdoa, memohon kepada Sang Kuasa.
Sebenarnya akupun belum begitu yakin dengan mimpiku. Apakah itu jawaban dari
permasalahanku atau hanya bunga tidur semata? Dalam hati kecilku berkata, aku
tidak akan pernah tahu kalau aku tidak mencobanya. Setelah pengumuman kelulusan
nanti, aku berniat memberanikan diri untuk berterus terang
kepadanya. Yah…aku bermaksud untuk melamarnya.
Kemudian akupun mengatakan
keinginanku kepada ibu dan juga bapak. Awalnya mereka sangat terkejut mendengar
penuturanku. “Kok terburu-buru ngopo tho le?” begitu kata Ibu. Tapi setelah
aku menjelaskan panjang lebar, akhirnya kedua orang tuaku mau mengerti dan
setuju dengan keinginanku. Mereka memberi restu. Tapi berbeda dengan kakakku,
Mas Bagas. Mas Bagas menyuruhku untuk memikirkan keputusanku baik-baik. Jangan
gegabah, menikah itu bukan untuk main-main, setelah menikah kamu mempunyai
tanggung jawab terhadap istrimu. Mungkin Mas Bagas berkata demikian karena
melihat diriku saat itu belum benar-benar siap, baik mental maupun materi. Mas
Bagas kuatir aku mengambil keputusan tersebut lantaran hanya mengikuti hawa
nafsu belaka. Maklum, Mas Bagas dulu juga pernah mengalami hal semacam ini, dia
lebih paham tentang masalahku kala itu.
Dia kemudian memberikan banyak nasihat kepadaku.
“Bukankah
tulang rusuk tak akan tertukar?” Mas Bagas menyadarkanku.
“Kalau
kamu yakin dia itu jodohmu, ya mintalah sama Alloh. Kalau gadis tersebut
memang yang terbaik dan terbarokah bagimu pasti Alloh akan memberikannya
untukmu, hanya untukmu,” Mas Bagas menambahi.
Ah benar juga yang dikatakan Mas Bagas. Aku tak perlu terburu-buru. Lagi
pula untuk saat ini aku belum benar-benar mapan. Bukankah aku juga berencana
untuk mendapatkan pekerjaan dulu sebelum menikah. Bagaimana kalau nanti dia
sudah menikah dengan orang lain? Berarti memang dia bukanlah
perempuan yang terbaik dan terbarokah untukku, toh wanita juga tidak hanya dia.
Tak perlu kuatir, kalau jodoh pasti tak akan kemana. Tulang rusuk takkan
tertukar. Aku mencoba meyakinkan diriku. Bismillah.
Akhirnya akupun mengurungkan niatku untuk melamarnya setelah pengumuman
kelulusan. Aku lebih memilih untuk bersabar, menunggu waktu yang tepat, saat
aku telah benar-benar siap.
2
tahun kemudian…
Setelah lulus kuliah, aku diterima di salah satu perusahaan swasta
terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Alhamdulillah aku
ditempatkan di daerah Surabaya. Suatu ketika aku mendapatkan pekerjaan
pembuatan jalan tol di daerah sekitar Jogjakarta. Tak kusangka akhirnya aku
bisa kembali menginjakkan kaki ke kota gudeg ini. Sudah dua tahun aku
meninggalkan kota Jogja. Bagaimana keadaan Jogjakarta sekarang ya?
Akhirnya disela-sela kesibukanku menangani proyek, aku berniat
berkunjung ke PPM Kepuh untuk bersilaturrahim. Ternyata tak banyak berubah,
masih seperti PPM yang ku kenal dahulu. Akupun berjumpa dengan beberapa sahabat
lamaku. Dan akupun juga berjumpa dirinya.
“Mbak
Ana,” sapa ku.
“Iya,
ini Faris bukan?” tanya Mbak Ana.
“Iya
Mbak, masa baru 2 tahun udah lupa.”
“Habisnya
setelah lulus kamunya nggak ngasih kabar-kabar sih, tau-tau nongol aja disini.
Tambah cakep aja sekarang Ris,” kata Mbak Ana sambil tersenyum.
“Maaf
Mbak, habis lulus aku langsung cari kerja. Alhamdulillah langsung keterima.
Akhirnya ya begini, sibuk kesana kemari nanganin proyek, risiko jadi kontraktor
Mbak. Mbak Ana kok masih disini mbak? Nggak mau pisah sama Jogja ya?”
“Wuih
hebat juga kamu Ris, jadi pak kontraktor dong sekarang,” Mbak Ana kemudian
tertawa.
“Aku
kan baru lulus taun kemaren. S1 pendidikan kan kuliahnya 4 tahun tambah 1 tahun
buat semacam training gitu lah. Selama 1 tahun itu aku memilih mengajar
di SMA Negeri 1 Jogja. Setelah lulus malah diminta kepala sekolah SMA N 1 Jogja
buat membantu mengajar disana, jadi guru honorer disana. Yah lumayanlah,
sekalian buat mengabdi untuk negeri.” Jelas Mbak Ana.
“Jadi
bu guru nih ceritanya.”
“Iyaa
dong,” kami kemudian tertawa bersama.
Setelah berbincang-bincang cukup lama akhirnya aku pamit untuk kembali
bertugas. Paling tidak rasa rindu akan jogja sudah sedikit terobati.
Akupun kemudian kepikiran tentang rencanaku 2 tahun yang lalu. Teka-teki
yang belum terpecahkan hingga sekarang. Kenapa aku tidak mengatakannya sekarang
saja, pikirku. Akhirnya untuk yang kedua kali, aku meminta restu dari kedua
orang tuaku untuk melamarnya. Dan kali ini Mas Bagas juga setuju denganku.
Setelah benar-benar mantap dengan jalan yang akan ku ambil, malam harinya aku
memutuskan untuk mengatakannya. Akhirnya aku mengirimkan SMS yang intinya bahwa
aku ingin melamarnya. Lama ku tunggu tidak ada balasan darinya.
Tiba-tiba HP ku bergetar, ku lihat ada satu pesan masuk…darinya. Dia
mengatakan akan mempertimbangkannya terlebih dahulu, untuk saat ini dia belum
bisa menjawab “iya” atau “tidak”. Tapi kalau dia sudah memutuskan
jawabannya, dia berjanji akan segera menghubungiku.
Satu hari, belum ada kabar darinya. Dua hari, tiga hari, juga
masih nihil. Tepatnya pada hari keempat dia mengirimkan SMS padaku.
Jantung ini serasa berdebar 2 kali lipat lebih cepat dari biasanya. Aku membuka
pesan yang dia kirimkan. Bismillah.
Maaf
mas…
Deg..membaca
tulisan “maaf” pikiranku langsung kalut kala itu.
Maaf mas, besok kita bisa ketemu nggak. Aku
mau menjelaskan masalah “ini”. Besok aku ditemani adikku. Ajkk
Akhirnya
aku menyanggupi permintaannya. Kami berjanji akan bertemu di Spesial Sambal.
Yah seperti dulu. Saat aku mulai jatuh hati padanya.
***
Posting Komentar