Lampu Pijar

gelap-cahaya-terang

  • Hei, selamat datang, sugeng rawuh, welcome di blog saya. Di sini tempat corat-coret saya. Itung-itung turut mengurangi pemakaian kertas dan menjaga lingkungan :). Let's go green and enjoy reading.

Namanya Auliya

Posted by Arif Sofi On Rabu, September 12, 2012 0 comments


Auliya namanya. Orang-orang biasa memanggilnya Liya. Auliya, dalam bahasa Arab berarti kekasih. Mungkin itu adalah doa yang diberikan oleh kedua orang tuanya agar kelak Auliya benar-benar bisa menjadi kekasih bagi siapapun. Dan ternyata benar adanya bahwa menamai anak sejatinya adalah doa bagi anak itu sendiri. Auliya tumbuh menjadi gadis sederhana nan cantik yang baik dan juga ramah. Menjadi “kekasih” semua orang. Kepada siapapun dia tak segan menyapa dan melayangkan senyum. Termasuk saat pertama kali berjumpa denganku.

Saat itu, kebetulan aku ditunjuk menjadi kiriman dalam asrama Qiroatussab’ah (QS). Kala itu aku adalah seorang remaja yang masih duduk di bangku kelas 2 SMA dan Liya seorang murid kelas 3 SMP. Kami sama-sama menjadi kiriman dalam asrama tersebut. Aku mengetahui nama Liya karena namanya sering disebut-sebut oleh kiriman yang lain, kaum adam tentunya. Hanya sebatas tahu nama dan belum mengenalnya, bahkan aku belum pernah bertatap muka dengannya.

Aku melihat sosok Liya ketika istirahat siang, tepatnya ketika akan mengambil makan siang. Kami (para kiriman) memasak sendiri untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Mujhid muzhid dan juga menumbuhkan rasa kekeluargaan diantara kami. Saat itulah aku melihat wajah Liya juga senyumnya. Memang cantik, pikirku, pantas banyak orang membicarakannya.

Sehari, dua hari, tiga hari aku semakin akrab dengan Liya. Bukan karena apa-apa, tapi karena sifat dasar Liya yang orang jawa menyebutnya grapyak sehingga kami akrab. Meskipun masih kelas 3 SMP tapi dia perempuan yang dewasa, maksudku sifat maupun sikapnya. Berbeda dengan perempuan seusianya yang pernah aku jumpai. Kebanyakan perempuan seusia Liya masih labil-labilnya, belum matang untuk memikul sebuah tanggung jawab. Tapi Liya berbeda, buktinya dia diberi amanah untuk menjadi kiriman asrama QS yang nantinya harus menyampaikan (mengajar) di kelompoknya. Mungkin karena dia memang anak yang cerdas, di sisi lain dia juga gadis yang semangat.

Liya, dia gadis yang ceria. Dia senang sekali bercerita dan aku dengan senang hati akan mendengarkan ocehannya. Di sela-sela istirahat, dia sempatkan membuka buku pelajaran, oh ya sepertinya waktu itu Liya sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk SMA. Kalau sudah bosan dengan buku pelajaran, terkadang dia beralih ke komik. Hahaha, sedewasa apapun Liya, ternyata dia masih punya jiwa seorang anak SMP, wajar.

Setiap pagi sebelum asrama dimulai, kami (para kiriman) amal sholih membersihkan ruang kelas, pergi ke pasar kemudian dilanjutkan dengan masak bersama. Biarpun kami laki-laki, tapi kami tetap ikut andil dalam masak-memasak. Entah itu belanja ke pasar ataupun sekadar membersihkan sayur yang akan di masak. Dan ternyata Liya juga pintar memasak. Tentunya Liya tidak memasak sendiri, tapi setidaknya dia tahu cara memasak sayur sop, lodeh, bayam serta bumbu-bumbu yang harus diracik. Dia juga bisa menggoreng gereh layur mirip buatan Ibu, krispi dan renyah, dan itu adalah kesukaanku.

Liya, dia gadis desa yang sederhana. Dia bukanlah anak orang kaya. Seperti orang desa pada umumnya, orang tua Liya berkerja sebagai petani. Dia sudah diajarkan hidup mandiri sedari kecil. Memasak, mengurus rumah, merawat adik-adiknya, semua dia pelajari dari Ibunya. Dan tentu saja ketekunan, kerja keras maupun semangatnya dia pelajari dari Bapaknya. Pantas saja Liya tumbuh menjadi gadis yang luar biasa hebatnya. Mungkin itu semua karena dia pernah merasakan rekasane urip. Kurang lebih begitulah yang aku dengar dari salah seorang teman asrama, yang kebetulan mubaligh di kelompok Liya tinggal.

Liya, dia gadis desa yang sederhana, baik dan ramah sikapnya, cantik parasnya. Aku berpikir, mungkin kelak kau akan menjadi bunga desa, bukan, bunga daerah bahkan (nulis sambil senyum). Semoga laki-laki yang meminangmu sama baiknya denganmu, laki-laki yang mencintaimu karena kebaikanmu bukan karena kecantikanmu. Hampir 4 tahun kita tak pernah jumpa kembali. Aku ingat terakhir kali kita berjumpa, di bulan Romadhon ba’da ashar selepas mengikuti asrama Romadhon. Ah, lagi-lagi asrama. Sungguh kebetulan. Saat itu kau masih mengenakan seragam putih abu-abu dan sedang memakai sepatumu di beranda Masjid Al-Iman. Masjid dimana pertama kali aku mengenalmu dulu. Kabar terakhir yang aku dengar, kau sekarang mondok di Kediri atau Lengkong, maaf, aku lupa yang mana. Disana kau juga dikenal baik dan ramah, begitu kata MT yang juga mengenalmu disana. Baik dan ramah, hahaha..bukankah itu memang sifat dasarmu ya? Aku tersenyum. Semoga dimanapun engkau berada, Alloh selalu memberikan kebahagiaan, kebaikan, serta kebarokahan untukmu. J

Tertanda,
Sahabatmu.

Categories: ,

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-q =))